Teropong SulselJaya, Galesong – Berdasarkan hasil pantauan Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP), kondisi pesisir Galesong Raya sangat memprihatinkan.
Beberapa Desa diantaranya Desa Mangindara, Desa Mappakalompo, Desa Boddia, Desa Galesong Kota, Desa Tamasaju dan Desa Sampulungan. Terkena dampak abrasi yang cukup parah.15/01/2020
Dampak yang dialami oleh masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir mengalami kerugian secara ekonomi dikarenakan rumah, fasilitas umum dan pemecah ombak rusak total. Masyarakat secara psikologi mengalami ketakutan sebab gelombang air laut sangat besar.
Penyebab utama meningkatnya gelombang air laut di pesisir Galesong Raya dikarenakan hilangnya sebagian besar pasir dan terumbu karang yang berfungsi sebagai peredam gelombang air laut secara alami.

Koordinator ASP, Muhaimin Arsenio mengatakan, saat kunjungan di pesisir Galesong, pihaknya menemui Sahril Dg Tobo di Desa Tamasaju yang merupakan korban dari abrasi.
Lanjutnya, “Dari pengakuan Dg Tobo sendiri mengatakan, bahwa abrasi ini sejak 2018 dan hari ini yang paling parah di Dusun Sawakong Desa Tamasaju terdapat 7 rumah rusak ringan dan 1 tempat wisata.” Tuturnya
“Dua tahun terakhir abrasi sepanjang pesisir Galesong Raya, Kabupaten Takalar, Sulsel, terus terjadi. Abrasi ini terjadi bukan hanya disebabkan cuaca ekstrem, namun juga maraknya aktivitas tambang pasir laut yang dilakukan oleh kapal Boskalis dan Jan De Nul 2017-2018.” Pungkas aktivis WALHI tersebut
“Saat ini warga gotong-royong membuat penahan ombak seadanya dengan menggunakan karung yang diisi dengan pasir sebagai penahan ombak sementara. Mereka berharap agar pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi segera membantu warga dalam menangani abrasi ini,” kata Muhaimin Arsenio mengutip pengakuan Dg Tobo.
“Atas kondisi itu, ASP mendesak pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Sulsel dan Kapolda Sulsel untuk meminta pertanggungjawaban semua perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari pengerukkan pasir laut di perairan galesong, yakni PT. CIPUTRA, PT. Boskalis dari Belanda, kapal Jan De Nul dari Swedia, Bank Atradius dari Belanda dan beberapa perusahaan yang memiliki konsesi pertambangan di perairan galesong.” Ucapnya.
“Perusahaan-perusahaan yang turut andil dalam pengerukan pasir laut Galesong atau pun perusahaan-perusahaan yang hanya mengambil keuntungan, harus bertanggung jawab. Bukan hanya Pemerintah Daerah dan Provinsi.” Tegasnya
“Mereka sudah merusak sumber penghidupan nelayan Galesong dan merusak pemukiman warga.” Tutupnya (Aks)
Teporter: abd kadir s
Teropong sulsel jaya