KAB LUWU, TEROPONGSULSELJAYA.com, – Fenomena alih fungsi lahan kini menjadi isu serius yang mengancam ketahanan pangan dan keseimbangan lingkungan di berbagai wilayah Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Luwu.Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan industri, perumahan, atau proyek infrastruktur terus meningkat dari tahun ke tahun. Data nasional menunjukkan, setiap tahun sekitar 100 hingga 150 ribu hektare lahan pertanian beralih fungsi menjadi non-pertanian. Jum’at, (31/10/25).
Alih fungsi lahan memang kerap dikaitkan dengan upaya pembangunan dan peningkatan investasi. Namun di sisi lain, perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali membawa dampak negatif yang signifikan — mulai dari hilangnya lahan produktif, meningkatnya ancaman bencana alam akibat hilangnya daerah resapan air, hingga munculnya konflik sosial antara masyarakat lokal dan pihak investor.
Menanggapi hal ini, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) berupaya menjaga lahan pertanian produktif agar tidak mudah dialihfungsikan. Dalam kebijakan tersebut, pemerintah pusat maupun daerah wajib menetapkan serta melindungi lahan sawah yang termasuk dalam kawasan LP2B, dan memasukkannya ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Selain itu, pengawasan perizinan juga diperketat melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang memastikan setiap perubahan fungsi lahan sesuai dengan RTRW dan RDTR. Pemerintah pun memanfaatkan teknologi seperti citra satelit dan sistem informasi geografis (GIS) untuk memantau perubahan lahan secara berkala. Bagi pihak yang terbukti melakukan alih fungsi lahan pertanian tanpa izin, Undang-undang tersebut menegaskan sanksi berat — mulai dari pencabutan izin, denda hingga Rp5 miliar, bahkan pidana penjara maksimal lima tahun.
Langkah Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu
Sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan nasional, Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu telah melaksanakan berbagai langkah konkret untuk mengendalikan alih fungsi lahan di daerah.
Pertama, menolak permohonan penerbitan sertipikat atau perubahan penggunaan tanah non-pertanian bagi lahan yang termasuk LP2B maupun kawasan hutan. Penolakan dilakukan berdasarkan peta analisis lahan serta hasil klarifikasi dengan instansi terkait.
Kedua, menjalin koordinasi dan kolaborasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melalui perjanjian kerja sama (MoU) bersama Pemerintah Kabupaten Luwu. Tujuannya agar terjadi sinkronisasi data LP2B, penyusunan peta dasar pertanian, dan keseragaman arah kebijakan tata ruang.
Ketiga, melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat serta pengembang agar memahami pentingnya menjaga lahan pertanian, sekaligus mengetahui sanksi hukum apabila melakukan pelanggaran.
Keempat, Kantor Pertanahan juga turut mendukung program nasional “Satu Juta Hektare Sawah Abadi” dengan memberikan sertipikasi dan perlindungan hukum terhadap lahan sawah yang ditetapkan sebagai zona non-konversi permanen.
Melalui kegiatan penyuluhan di desa-desa, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu terus mengimbau masyarakat agar tidak melakukan alih fungsi lahan pertanian, serta mendorong agar tanah dikelola sesuai peruntukan dan potensinya. Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan demi keberlanjutan kehidupan di masa mendatang.
***red/kurty***











