Teropong Sulsel Jaya, Makassar – Aliansi selamatkan pesisir (ASP) Melakukan aksi kampanye penolakan Tambang Pasir Laut di Jl Penghibur, Kota Makassar, Minggu, 26/01/ 2020
Pembangunan proyek reklamasi di Kota Makassar telah banyak melahirkan konflik dan bencana ekologis di Kabupaten Takalar.
Disebelah selatan dan Utara kota Makassar terdapat nelayan yang masih bergantung hidup dari hasil melaut, nelayan dan perempuan pesisir menjadikan laut sebagai tempat bertahan hidup, karena laut adalah sumber penghidupan.
ASP menilai bahwa proyek reklamasi Makassar adalah proyek haram. Proyek yang banyak melahirkan masalah di kehidupan manusia terutama nelayan yang bermukim di wilayah pesisir. Proyek biadab ini melahirkan masalah baru dikehidupan nelayan, bukan hanya itu, mereka membunuh dan menghilangkan ekosistem dan biota laut yang memiliki fungsi strategis dalam menjaga keseimbangan alam, seperti hutan mangrove dan trumbu karang.
Jenlap Fahri fajar Dg koto saat di temui oleh tim Teropong Sulsel mengatakan. Proyek strategis Nasional Makassar New Port (MNP) telah menghilangkan mata pencarian nelayan dan perempuan pesisir di kelurahan Buloa, Kaluku Bodo, Cambayya dan Tallo sebanyak 277 orang.
“Wilayah tangkap nelayan dan perempuan pesisir untuk mencari kepiting, udang dan kerang saat ini berubah menjadi daratan baru, hal ini membuat nelayan semakin susah mencari sumber pangan untuk menghidupi keluarganya,” pungkasnya.

Lanjut Fahri, “Disamping itu, bangunan megah yang berdiri diatas tanah reklamasi Center Point of Indonesia lahir dari penderitaan rakyat makassar dan galesong sebab pada 2014, Pemegang tender proyek CPI telah secara paksa menggusur 43 kepala keluarga nelayan yang tinggal diatas tanah tumbuh (Delta) atau dikenal dengan sebutan gusung tengah.”
Proyek ini juga banyak meninggalkan kerusakan dan tulang belulang di pesisir galesong. Pada 2018 sebanyak 28 rumah rusak ringan, abrasi pesisir 5-20 meter, pendapatan 6.474 nelayan menurun drastic, 150 rumpon nelayan hilang, 250 nelayan beralih profesi menjadi pekerja informal dan mencari pekerjaan diluar galesong serta 3 pemakaman umum rusak, satu diantaranya sudah kelihatan tulang belulang yang berhamburan diatas pasir Desa Sampulunga, dampak ini berlanjut.
Lanjutnya Lagi, “Berdasarkan hasil pemantauan ASP perjanuari 2020, lebar abrasi di pesisir galesong 2-10 meter, hal ini menyebabkan sebanyak 12 rumah rusak ringan dan 2 rusak berat, jadi total rumah rusak sebanyak 14 buah. 2 jalan beton rusak, 2 tempat wisata rusak, 3 penahan ombak rusak dan tertimbun pasir, dan 1 pemakaman umum terkikis kembali.”
“Saat ini, nelayan dikagetkan dengan adanya 6 perusahaan yang sedang menggajukan izin lingkungan untuk melakukan tambang pasir di perairan galesong sebesar 5.018,83 ha, dua kali lipat luas Kecamatan Gelesong Utara, Takalar. Artinya akan ada puluhan desa pesisir di galesong terkena dampak dan diperkirakan sekitar ribuan nelayan yang terancama wilayah tangkapnya, jika tambang pasir laut beroperasi kembali,” Tegasnya.
“Seharusnya pemerintah belajar dari pengalaman kemarin. Selamatkan pesisirta’ Pak Gub! Sebelum kerusakan bertambah luas. Adapun tuntutan nelayan galesong, makassar dan aliansi selamatakan pesisir yakni ; Hentikan semua proyek reklamasi di Kota Makassar. Segera batalkan semua permohonan izin lingkungan tambang di perairan galesong. Pulihkan pesisir makassar dan galesong,” Tutupnya Fahri. (ril/aks)
Reporter: Abd Kadir
Teropong sulsel jaya