JAKARTA, TEROPONGSULSELJAYA.com, – Kasus dugaan pengeroyokan dan penganiayaan yang dilakukan dua orang terhadap seorang juru parkir di Jalan Raya Cinere, Depok, Jawa Barat, berujung damai meski sempat viral di media sosial. Peristiwa yang terekam dalam video memperlihatkan aksi kekerasan dengan senjata tajam berupa parang panjang itu sempat menimbulkan ketakutan di tengah warga sekitar.
Video berdurasi singkat tersebut diunggah akun Instagram @depok24jam pada Minggu (26/10/2025) dan langsung menuai kecaman publik. Namun di balik sorotan publik yang menuntut proses hukum tegas, kasus itu justru berakhir dengan Restorative Justice (RJ).
Dari hasil penelusuran, salah satu terduga pelaku disebut merupakan pejabat tinggi PLN, Chorinus Eric Nerokou (CEN), yang menduduki jabatan Executive Vice President (EVP) Bantuan Hukum di perusahaan pelat merah tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budhi Hermanto membenarkan bahwa kasus itu telah diselesaikan melalui mekanisme perdamaian antara kedua belah pihak.
“Info dari penyidik bahwa perkara tersebut dicabut oleh pelapor/korban, sehingga dilakukan perdamaian dan restorative justice,” ujarnya, Jumat (31/10/2025).
Buher, sapaan akrab Budhi Hermanto, menegaskan bahwa setelah tercapai kesepakatan damai, penyidikan resmi dihentikan.
“Iya, kalau sudah dicabut dan berdamai, kasus dihentikan,” tegasnya.
Menanggapi pertanyaan publik soal kelayakan RJ dalam kasus yang melibatkan kekerasan dengan senjata tajam, Buher menjelaskan bahwa mekanisme RJ tetap dapat diterapkan dengan syarat tertentu.
“Bisa, asal tidak mengakibatkan luka berat atau kematian, dan disepakati kedua belah pihak tanpa paksaan,” jelasnya.
Ia juga membantah adanya perlakuan khusus karena pelaku diduga pejabat tinggi PLN.
“Tidak ada. Semua berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” tandasnya.
Namun, penyelesaian kasus ini menuai kritik. Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) sekaligus Koordinator Nasional Relawan Listrik Nasional (Kornas Re-LUN), H. Teuku Yudhistira, menilai langkah damai tersebut justru menodai rasa keadilan publik.
“Penyidik seharusnya menerapkan pasal berlapis — mulai dari Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, hingga Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam,” tegasnya.
Yudhistira juga menyoroti aspek moral dan etika pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan.
“Jika benar pelaku adalah EVP PLN, ini pelanggaran berat. Pimpinan PLN harus segera memecat yang bersangkutan. Tidak pantas pejabat membawa senjata tajam, apalagi terlibat kekerasan,” ujarnya.
Selain menuntut sanksi terhadap pelaku, Yudhistira juga mendesak agar pimpinan Direktorat Legal dan Human Capital PLN, Yusuf Didi Setiarto, turut dievaluasi.
“Ini bukan hanya soal individu, tapi kegagalan sistem pengawasan di tubuh PLN. Pimpinan harus bertanggung jawab,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena dinilai menggambarkan paradoks penegakan hukum di Indonesia: ketika keadilan bagi rakyat kecil kerap berhenti di meja mediasi, sementara jabatan tinggi justru membuka jalan menuju im











