MAKASSAR,-TEROPONGSULSELJAYA.Com- Tingginya persaingan usaha di Indonesia merupakan salah satu kondisi yang tidak bisa terelakkan, ditambah lagi kondisi pandemik menambah deretan masalah baik dari perusahaan itu sendiri maupun karyawan dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga keterlambatan upah.
Terkait maraknya keterlambatan upah dari perusahaan kepada karyawan, ternyata ada aturan yang mengatur tentang hal itu namun banyak diantara masyarakat yang kurang mengetahui. Pasal 93 ayat 2 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) mengatakan, Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
Dasar Hukum ;
Undang-Undang No. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Perusahaan yang terlambat membayar gaji karyawan dikenakan denda. Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha/Perusahaan untuk tetap membayar upah kepada pekerja/buruh.
Seperti yang dikutip dari laman konsultanhukum.web.id/ menerangkan bahwa denda yang dimaksud dikenakan dengan ketentuan (lihat Pasal 55 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan/PP Pengupahan):
mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar, Pengusaha dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang seharusnya dibayarkan;
sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, Pengusaha dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditambah 1% (satu persen) untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang seharusnya dibayarkan; dan
sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, maka Pengusaha dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah.
Pengenaan denda sebagaimana dimaksud di atas tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar Upah kepada Pekerja/Buruh (lihat Pasal 55 ayat 2 PP Pengupahan) Adapun langkah hukum yang bisa dilakukan karyawan adalah
Pertama, membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan Pengusaha (jalur bipartit).
Kedua, Jika tidak menemukan penyelesaian, Anda bisa melakukan penyelesaian perselisihan melalui tripartit dengan mediasi di mana yang menjadi mediatornya adalah pihak dari suku Dinas Tenaga Kerja Dan Tramsigrasi setempat.
Ketiga, jika mediasi juga tidak berhasil, Anda dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Sumber : Konsultanhukum.web.id (Red/Vhr)